Banyak Kasus Pedofil, Presiden Gelar Rapat Kabinet

PRIHATIN - Polisi saat gelar perkara kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak yang belakangan marak terjadi, Kamis (8/5).
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak yang belakangan terjadi di dalam negeri, akhirnya menjadi sorotan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Setelah pulang dari kunjungan kerja di Bali, Presiden langsung menggelar rapat kabinet terbatas untuk membahas masalah itu.

Presiden mengaku terkejut dan shock mengetahui maraknya berita kasus kekerasan seksual pada anak akhir-akhir ini.

“Saya menganggap ini masalah serius tidak boleh kita anggap biasa saja, bisnis as ussual,” kata Presiden saat memberikan pengantar pada rapat terbatas kabinet di kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (8/5).

Khusus hari ini pada tingkat pemerintahan, Presiden mengajak untuk mendiskusikan solusinya. Selain itu, ia meminta bertemu lagi dengan komunitas yang lebih luas untuk membahas masalah perlindungan anak.

“Setelah itu mari kita jadikan gerakan yang sangat serius untuk menyelamatkan anak-anak kita,” sambungnya.

Rapat terbatas ini diikuti oleh Wakil Presiden Boediono, Menko Kesra Agung Laksono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, Menkumham Amir Syamsudin, Menpora Roy Suryo, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Kapolri Jendral Sutarman.

Perhatian Serius
 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua pihak menaruh perhatian serius terhadap maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak belakangan ini. Presiden mengingatkan bahwa kejahatan seksual merupakan persoalan serius. Ini disampaikannya saat membuka rapat kabinet terbatas di kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (8/5).

“Kita semua dikejutkan dengan kejadian yang tentu membuat kita semua marah, shock, dan berbagai reaksi yang memang patut kalau itu terjadi, yaitu kejadian kekerasan seks terhadap anak. Ini sesuatu yang sangat serius,” tegas Presiden dalam rapat itu.

Pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, Presiden SBY telah menambahkan sebuah fungsi pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan sehingga menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Penambahan fungsi tersebut didasari pertimbangan untuk melindungi kekerasan terhadap anak-anak di daerah konflik, pada komunitas yang miskin secara absolut, paksaan bekerja kepada anak, kekerasan di jalanan, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Namun, kejahatan seksual yang belakangan ini terjadi berbeda dengan kejahatan-kejahatan terhadap anak yang telah disebutkan tadi. Terjadinya peristiwa itu sangat disesalkan oleh Presiden.
“Itu bisa saja mereka bawa seumur hidup. Ini menyangkut kejiwaan dan mental, ini harus diatasi secara serius,” kata Presiden.

Setelah rapat terbatas hari ini, rencananya Presiden akan melakukan pertemuan yang lebih luas dengan para pemangku kepentingan, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan semua yang mengemban misi perlindungan anak.

“Ini harus jadi gerakan dari seluruh ranah air. Bukan hanya kebijakan dari pemerintah. Di keluarga-keluarga, rukun tetangga, rukun warga, dusun, kelurahan, desa, dan sekolah. Karena kita semua mengetahui, keluarga yang paling mengetahui apa yang terjadi di keluarga tersebut. Lingkungan yang lebih kecil sehingga kewaspadan, pendidikan, dan pengawasan harus masuk pada komunitas-komunitas paling kecil,” tandas Presiden.

Sementara itu, Kepala Polisi Jenderal Sutarman, sangat setuju usulan tersebut. Bahkan dia berharap pelaku kekerasan seksual kepada anak ini dihukum mati. “Kalau bisa hukuman seumur hidup atau hukuman mati,” kata Sutarman di Kantor Presiden, Jakarta.

Kata dia, selama ini dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 hanya disebutkan maksimal hukuman 15 tahun penjara. Hukuman yang diterima para pelaku tidak maksimal, sehingga tidak memberikan efek jera. “Saya mengharapakan hakim memutus seberat-beratnya,” kata Sutarman.
(sumber:Radarpekalongan)
Lebih baru Lebih lama