"Ada sejumlah kesalahan. Seperti seorang bisa nyoblos dua sampai tiga kali di TPS yang sama, dan bahkan pada TPS yang berbeda dengan orang yang sama. Selain itu penjumlahan yang tidak sama," kata salah satu saksi dari Paslon 1, Sidem Sri Raharjo, saat mengikuti rekapitulasi Pilkada di Kabupaten Pekalongan 2015 di Kantor KPUD setempat, Kamis (17/12) siang.
Sementara saksi dari Paslon 1 lainnya, Saiful Hadi, mengatakan, beberapa kesalahan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tersebut yakni penggelembungan partisipasi pemilih. Sebab, banyak TPS yang tingkat kehadirannya hingga diatas 90 persen.
"Ternyata kartu undangan muncul sampai 2-3 kali. Selain itu, setelah kami cek ternyata yang tidak hadir lebih banyak dua kali lipat. Sehingga kami minta hari ini (kemarin) diskorslah. Kalau tidak dipenuhi, wajar kami berfikir adanya persekongkolan," terangnya.
Selain itu, menurutnya juga ditemukan sejumlah anak yang belum berusia 17 tahun yang dibuatkan KTP. Jika disejumlah wilayah Kabupaten Pekalongan, juga terdapat hal serupa, berarti bisa diduga tersetruktur.
"Alasan kami terstruktur, sebab sejak awal pak bupati (Antono) masuk dalam tim kampanye (paslon 2) menjadi penasehat, SKnya diakui oleh panwas maupun KPU. Dia (bupati) juga hadir dalam pengambilan nomor dan juga saat kampanye. Kami punya dokumentasinya," jelasnya.
Dijelaskan, dari sejumlah temuan tersebut, pihaknya akan melakukan gugatan ke MK. Sebab, menurutnya sejumlah unsur sudah memenuhi syarat.
"Siapa bupati yang terpilih kami harap yang bersih. Kalau sebagai calon, Pak Riswasi (calon bupati nomor 1) pengumpulan bukti ini akan kami bawa ke MK. Persyaratan prosentase juga sudah terpenuhi, yakni 0,6%," jelasnya.
Gugatan itu, lanjut dia, ditujukan kepada penyelenggara pemilu yakni KPU Kabupaten Pekalongan. Selain itu yang akan digugat olehnya yakni paslon rivalnya yakni, Asip Kholbihi-Arini Harimurti, sebab dinilai melakukan pelanggaran.
"Kami berani melakukan langkah itu, sebab kami alat bukti yang kami temukan, bahwa kecurangan ini bersifat terstruktur, sistemik dan masif alias TSM, seperti yang biasa digunakan dasar oleh MK," tandasnya.
Ketua KPU Kabupaten Pekalongan Mudasir, mengaku tidak ambil pusing. Menurutnya, hal itu merupakan hak setiap paslon untuk mencari keadilan.
"Kami mengapresiasi juga hal ini untuk mencari keadilan. Sebab forum pengadilan yang paling fear untuk mendudukan siapa yang bersalah dan tidak. Jangan sampai jadi beban sejarah. Apa yang menjadi keputusan pengadilan harus dihargai," tambahnya.
Tags:
Warta Kajen