Radio Pekalongan, Musik - Menurut Japi Tambajong dalam Ensiklopedi Musik, kasidah merupakan bentuk puisi Arab pra-Islam. Kemudian ia menjadi media mewujudkan pemahaman iman secara Islam, dan alat dakwah. Japi menulis, di Indonesia definisi kasidah bukan dilihat sebagai sastra, tapi sebagai musik.
Dalam khazanah musik Indonesia, kasidah menjadi semacam pelengkap orkes gambus. Moeflich Hasbullah dalam Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara menulis, penyanyi orkes gambus kasidah pertama di Jawa yang menyanyikan lagulagu Arab dan Indonesia adalah Rofiqoh Dharto Wahab, yang meniti karier sebagai seorang qariah.
“Suaranya mulai dikenal melalui rekaman pita kaset dan ketika pertama kalinya ia masuk ke RRI dan TVRI. Piringan hitamnya meledak di pasaran,” tulis Moeflich.
Rofiqoh bernyanyi diiringi orkes gambus Al-Fata.
Setelah itu, muncul istilah kasidah modern. Pengamat musik Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia menyebut bahwa pemusik Agus Sunaryo yang memimpin kelompok Bintang-Bintang Ilahi merupakan orang yang
memperkenalkan kasidah modern ini.
Rofiqoh Dharto Wahab dalam rekaman piringan hitamnya. Album bertajuk Qasidah Modern dirilis awal 1970-an di bawah label Remaco.
Demam kasidah modern tiba-tiba menggejala pada 1970-an. Sejumlah musisi pop dan rock mengeluarkan lagu-lagu religi bernuansa kasidah modern, seperti Koes Plus, AKA, dan Fenty Eendy.
Denny Sakrie menyebut, pada 1974 Koes Plus menyanyikan syair religi dengan bahasa Jawa dalam lagu “Zaman wis Akhir.” Bimbo mengadopsi musik flamenco asal Spanyol dalam nuansa kasidah. Bimbo pun melepaskan diri dari pakem kasidah yang menggunakan bahasa Arab.
Di luar itu, muncul kelompok musik kasidah modern terkenal, Nasida Ria. Kelompok kasidah modern yang dibentuk pada 1975 ini berasal dari Semarang.
Nasida Ria mencuat usai gelaran MTQ di Bandarlampung pada 1975. Lagu-lagu mereka, seperti “Perdamaian”, “Dunia Dalam Berita”, dan “Tahun 2000” yang diciptakan KH Ahmad Buchori Masruri, masih sering diputar hingga kini.