Dalam pelaksanaan UN hari pertama itu, beberapa hal dramatis sempat terjadi. Sempat ada siswa MTs At-Thohiriyah yang datang menangis karena stress dan sakit. Ada juga siswa yang belum datang, padahal ujian akan dilaksanakan, hingga akhirnya dijemput oleh salah satu guru.
Kepala Kemenag Kabupaten Pekalongan, A Umar, kemarin, sempat meninjau langsung lokasi penyelenggaraan UN MTs At-Thohiriyah di SMP Islam Simbangkulon pada hari pertama UN kemarin. Sidak UN kali ini memang diprioritaskan untuk mengecek pelaksanaan di MTs At Thohiriyah.
Umar mengatakan, awalnya UN untuk MTs At-Thohiriyah kembali akan digelar di Balai Desa Simbang Wetan seperti UM sebelumnya. Namun, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat tidak mengizinkan pelaksanaan di Balai Desa.
“Sebelumnya kami ajukan UN untuk digelar di Balai Desa, tapi Dinas Pendidikan tidak mengijinkan. Disarankan untuk pinjam kelas di sekolah lain, akhirnya kami pilih disini (SMP Islam Simbangkulon),” terang Umar.
Melihat pelaksanaan UN tersebut, setidaknya pihaknya bersyukur ujian dapat berjalan dengan lancar. Ia berharap, pertikaian kedua belah pihak di internal yayasan dapat segera selesai. Sejauh ini, Kemenag hanya dapat menekankan secara teknis terkait kisruh Yayasan dan Pengelola At Thohiriyah yang mengganggu kenyamanan para siswa. Langkah konkrit untuk memecahkan permasalahan tersebut belum dilakukan hingga menunggu UN ini selesai.
“Kemenag hanya memiliki kewenangan terkait masalah teknis dan administrasi saja, bukan wilayah hukum. Tapi, evaluasi segera akan kami lakukan. Tapi menunggu UN selesai dulu,” ujarnya.
Kendati pelaksanaan UN berlangsung di sekolah lain, namun kata Umar, jalannya KBM masih lancar di lokasi lama. “Sebenarnya KBM di MTs At-Thohiriyah masih lancar di lokasi lama atau tempatnya pak Thohir,” kata dia.
Pengawas Sekolah MTs Kemenag Kabupaten Pekalongan Aminuddin, menambahkan, pihaknya bersama tim dari Kemenag diperbantukan untuk menjadi penyelenggara ujian di MTs At-Thohiriyah. Hal ini menyusul kesepakatan sementara, bahwa penyelenggaraan UN untuk MTs At-Thohiriyah diambil alih oleh Kemenag.
Ia mengaku, penyelenggaraan ujian akhir tersebut ternyata juga masih banyak gangguan. Selain kedua belah pihak masih bertikai, ditambah adanya wali murid siswa kelas 9 yang berniat memboikot ujian. “Wali murid sempat mau boikot, mereka tetap mempermasalahkan ujian kenapa tidak di lokasi sekolah tapi malah di sekolah lain,” terangnya.
“Mereka juga sempat mempertanyakan tentang pemecatan Kepsek Thohir,” ucapnya.
Permasalahan tidak berhenti sampai disitu, mereka (wali murid) juga mempermasalahkan kenapa kartu ujian masih bertandatangan dan bernama Kepsek Thohir yang statusnya sudah dipecat. Akhirnya, agar situasi tetap kondusif, pihaknya berinisiatif berkoordinasi dengan Babinkamtibnas. Agar UN tetap bisa digelar di SMP Islam Simbang Wetan.
Kendati demikian, ia merasa lega lantaran ke-36 siswa MTs dapat mengerjakan soal UN dengan lancar. Ia mengatakan, sebenarnya UN siswa MTs At Thohiriyah kali ini terdaftar 37 anak. Namun karena ada yang mengundurkan diri sebelum konflik terjadi, akhirnya hanya 36 anak yang ikut UN. Ke-36 siswa itu ditempatkan dalam 2 ruangan, ruang 1 ada 20 dan ruang 2 ada 17 anak.
“Dari 36 anak peserta UN itu, 17 anak laki-laki dan 19 perempuan. Lengkap semua ikut ujian, walaupun sempat ada yang telat datang karena sakit,” terangnya.
Sementara, di waktu yang sama, Kepala SMP Islam Simbang Wetan, Hasan Khuluqin, saat dimintai keterangan Radar, menyatakan, pihaknya telah menerima surat dari Kemenag terkait peminjaman lokasi untuk ujian siswa MTs At-Thohiriyah. “Kami sedikit bingung saat menerima surat tersebut. Takutnya ada dampak negatif dari kedua belah pihak yang bertikai. Tapi, kami niati saja semua demi anak. Dengan Bismillah, kami mempersilahkan UN (MTs At-Thohiriyah digelar disini,” bebernya Hasan yang menyatakan sikap netral dan tidak bermaksud membela salah satu kubu yang bertikai itu.
Lalu, bagaimana perasaan siswa MTs At-Thohiriyah yang mengerjakan soal UN pertamanya itu?. Salah satu siswi, Melli, mengaku pelaksanaan ujian di tempat tersebut lebih nyaman dibanding saat UM di Balai Desa sebelumnya. “Memang, bila dibanding Balai Desa seperti kemarin, ya enak disini. Tapi, kalau bisa ujiannya di tempat pak Thohir,” celetuk Melli.
Hal sama juga dirasakan Putri yang juga menginginkan pelaksanaan ujian di sekolahnya sendiri. “Meskipun disini lebih baik, tapi sebenarnya kami tetap berharap bisa ujian di Sekolah kami. Selama 3 tahun belajar di sekolah, ujian harusnya juga di sekolah,” sesal Putri.
(sumber:Radarpekalongan)
Tags:
Warta Kajen