Harga Terjun Bebas,Petani Jahe gajah Merugi

Hasil gambar untuk jahe gajahKAJEN - Kerugian dialami petani jahe gajah dikabupaten pekalongan. Pasalnya, harga jahe gajah terjun bebas dari rata-rata Rp 6 ribu /kg menjadi Rp 2.500 /kg. Pada saat bersamaan, tanaman jahe pun terserang penyakit ulat kecil, sehingga seluruh tanamam membusuk dan mengalami gagal panen.

Petani jahe gajah dari Desa Tenogo, Kecamatan Paninggaran, Agus
Susilo, Minggu (25/9), menuturkan, banyak petani di Kecamatan
Paninggaran beramai-ramai menekuni budidaya tanaman jahe gajah sejak
tahun 2012. Pasalnya, harga jual saat itu relatif tinggi dan mudah
menjualnya. Maka tak heran, jika di kebun-kebun sebagian besar warga
Paninggaran banyak ditemui tanaman jahe merah.

"Saat itu kita tergiur untuk membudidayakan tanaman jahe merah karena
harga jualnya bagus. Produknya juga mudah dijual di pasaran. Ada
pengepul dari Semarang yang datang ke sini," kata dia.

Diterangkan, untuk luasan lahan 1 hektar, jika panen raya bisa
menghasilkan uang Rp 30 juta. Padahal, modal produksi yang dikeluarkan
hanya separonya saja. Namun, lanjut dia, saat ini harga jahe gajah
turun drastis dari Rp 6 ribu perkg menjadi Rp 2.500 perkg. Selain itu,
tanaman jahe gajah juga diserang penyakit yang mengakibatkan seluruh
tanaman membusuk dan gagal panen.

"Saat ini untuk luasan satu hektar jika ditebas paling mendapatkan uang Rp 12 juta. Padahal, modalnya bisa mencapai Rp 13 juta hingga Rp 15 juta," tutur dia.

Dikatakan, keluhan penyakit pada tanaman jahe gajah itu sudah
disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Instititut Pertanian  Bogor (IPB). Tim Klinik Tanaman IPB dengan mobil
kliniknya pun telah datang ke Paninggaran untuk melakukan pantauan
langsung di lapangan. Bahkan, tim juga memeriksa tanaman cengkeh yang
banyak mati di wilayah itu.

"Semoga dari kunjungan tim IPB ada solusi kedepan bagi petani di Paninggaran ini," ujar dia.

Seperti diberitakan, akibat diserang wabah penyakit, ribuan tanaman
cengkeh di Kabupaten Pekalongan mati. Bahkan, wabah ini terjadi pula
di sejumlah daerah di Indonesia, seperti di Semarang, Jombang, dan
Sulawesi Utara.

Untuk mengatasi persoalan penyakit cengkeh dan
berbagai keluhan petani lainnya di daerah, Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) bersama
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, menerjunkan Tim
Klinik Tanaman Keliling ke sejumlah daerah.

Ketua Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, Dr Ir Suryo
Wiyono MSc Agr, mengatakan, dari hasil pengamatan sementara, ada
kombinasi patogen yang menyerang tanaman cengkeh, yakni patogen
pembuluh kayu, kanker, dan penggerek batang.

Menurutnya, wabah penyakit cengkeh itu ada pola-pola yang mempengaruhinya, di antaranya
perubahan pola budidaya tanaman cengkeh dan kemungkinan faktor
perubahan iklim.

"Perubahan pola budidaya bisa dilihat dari diskusi dengan petani tadi. Dulu petani lebih bersahabat dengan alam, pupuk kandangnya lebih banyak dan tidak menggunakan banyak bahan-bahan kimia
dan sistem panennya juga berbeda. Dulu panen menggunakan bambu,
sekarang pohonnya dipanjat langsung sehingga tingkat stres tanaman
lebih tinggi yang mengakibatkan lebih mudah terserang penyakit."
Lebih baru Lebih lama